Diduga Langgar Pilkada, Kegiatan di Gedung Bhagawanta Bhari Dilaporkan Bawaslu
KEDIRI (OPTIMIS) – Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Kabupaten Kediri secara resmi menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak 2024, Jum’at, 20 September 2024.
Ketua Bawaslu Kabupaten Kediri, M. Saifuddin Zuhri, M.Pd.I., M.H dikonfirmasi melalui Komisioner Devisi Pencegahan, Parmas dan Humas, Siswo Budi Santoso, S.E mengucapkan terima kasih atas partisipasi masyarakat yang melaporkan adanya kegiatan diduga melanggar peraturan.
“Sebagaimana kita ketahui, ada Saudara Arif melaporkan kegiatan yang ada di Bhawanta Bhari pada tanggal 16. Dan kami dari Bawaslu Kabupaten Kediri siap menerima laporan tersebut. Selanjutnya kita akan mengadakan rapat pleno untuk mengkaji mendalaminya,” katanya.
Sementara itu, Heri Sunoto, SH selaku Kuasa Hukum Pelapor dikonfirmasi mengatakan, secara garis besar kliennya melaporkan adanya dugaan ketidak netralan seorang pejabat negara yang berpotensi memberi ruang, waktu, dan tempat, sehingga Wakil Bupati Kediri, Dewi Mariya Ulfa, ST yang juga sudah mendaftar menjadi calon wakil bupati berpasangan dengan Hanindhito Himawan Pramana, SH (Mas Dhito), memanfaatkan tempat dan lokasi, kegiatan tersebut untuk menyampaikan kampanye, mengajak seluruh peserta yang hadir untuk memenangkannya dengan target 80% suara.
“Penyampaian itu salah satu unsur pernyataan kampanye. Dalam kegiatan itu, yang kami dapat dari petunjuk alat bukti, yaitu kegiatan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 16 September 2024, bertempat di Gedung Bhagawanta Bhari, dalam tema kegiatan Pembinaan RT dan RW, khusus wilayah Kecamatan Gurah,” katanya.
Menurut Heri, dari kegiatan tersebut juga ditemukan runutan secara surat yang bisa dijadikan petunjuk tentang keterlibatan kepala desa, atau dilibatkan untuk menghadirkan jajaran RT, RW di masing-masing tempat untuk mengikuti tersebut.
“Dalam video yang diterima klien kami, ada statment yang bernuansa kampanye, yaitu wakil bupati yang juga sudah mendaftar, yang nanti akan kita tunggu tanggal 22 September penetapan sebagai calon. Tetapi secara garis besar, bahwa berdasarkan hukum ketatanegaraan itu jelas, ada Surat Keputusan KPU Kabupaten Kediri yang membuka pendaftaran, sehingga hanya ada dua pasangan calon,” ungkapnya.
Heri juga menjelaskan, apalagi pada Pilkada ini telah ada proses verifikasi administrasi sudah dikeluarkan dan ada lampiran visi misi, tinggal satu tahapan bagi masyarakat, kalau menemukan atau mendapatkan informasi yang kurang puas terhadap proses surat yang disampaikan, tentang administrasi atau bagaimana calon, bisa mengajukan keberatan ke KPU Kabupaten Kediri, sambil menunggu penetapan pleno calon ini lolos sebagai peserta calon kepala daerah, yaitu calon Bupati – Wakil Bupati Kabupaten Kediri 2024.
“Dalam koridor ini saya ingin menyampaikan pesan, proses demokrasi itu akan kita bangun dengan riang gembira. Berproses dengan baik, jangan sampai ada korban. Dalam arti apa, temen-temen yang menjadi pejabat negara, silahkan bekerja sesuai norma dan aturan yang berlaku,” jelasnya.
Dijelaskan Heri, kalau pun ada indikasi-indikasi, itu merupakan resiko pertanggungjawaban masing-masing, karena konsekuensi hukum ASN sudah diatur dengan ketentuan, bagaimana keterlibatannya saat proses demokrasi ini, sebelum calon itu daftar atau ditetapkan, semua sudah mengandung batasan-batasan yang harus dilaksanakan.
“Saya tidak ingin ada korban politik di dalam proses demokrasi. Jadi kami hanya ingin menyampaikan, bahwa temen-temen penyelenggara negara, khususnya ASN punya hak pilih, tetapi tidak punya kewajiban atau hak untuk terlibat politik praktis dalam proses demokrasi, khususnya hari ini kita Pilkada Serentak 2024,” tuturnya.
Ditambahkan Heri, meskipun sekarang belum ada penetapan calon, namun semua harus menginduk pada undang-undang yang mengatur tentang Pilkada. Kalau terkait aturan tahapan, itu ranahnya penyelenggara. Dia membuat tahapan, proses pendaftaran, penetapan, tetapi rujukan utama, yaitu PKPU tentang kampanye yang masih dilakukan uji publik, dan hukum tidak boleh ada penghapusan periode sebelumnya.
“Artinya, selama PKPU belum dibentuk, berarti rujukan kita pakai Undang-Undang 10 / 2016 tentang Pemilihan Gubernur – Wakil Gubernur, Bupati – Wakil Bupati, Walikota – Wakil Walikota. Jadi kalau soal tafsir ini belum waktunya atau apa, kita tidak bisa berstatment, tetapi kami akan menguji secara hukum. Karena negara kita negara hukum, prosesnya ya nanti kita akan uji secara hukum juga,” ulasnya. (Sur)