Bupati Maryoto Hadiri Peresmian Balai Rehabilitasi NAPZA Adhyaksa Ayem Tentrem
TULUNGAGUNG (OPTIMIS) – Balai Rehabilitasi NAPZA Adhyaksa Ayem Tentrem Tulungagung, diresmikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati, di RSUD dr. Iskak Tulungagung. Rabu, (23/11/2022),
Acara tersebut dihadiri Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo, Jajaran Forkopimda, Kepala Kantor Kementarian Agama Kab. Tulungagung, Muhajir, Ketua MUI Tulungagung, KH. Hadi Muhammad Mahfudz, Ketua PBNU Tulungagung, KH. Muhson Hamdani, Ketua Muhamadiyah, Anang Imam Massa Arief, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Kasil Rokhmad, Direktur RSUD dr. ISKAK Tulungagung, Supriyanto Dharmoredjo, Kepala OPD lingkup Kabupaten Tulungagung, dan Stakeholder terkait.
Dalam sambutannya, Direktur RSUD dr. ISKAK Kabupaten Tulungagung, dr Supriyanto Dharmoredjo, menyampaikan bahwa, pelayanan Rehabilitasi Napza yang berada di RSUD dr. Iskak merupakan wujud kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Tulungagung, melalui RSUD dr. Iskak dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, sebagai bentuk amanat dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
“Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memberikan pelayanan penyelesaian penyalahgunaan narkoba melalui pelayanan Rehabilitasi yang komprehensif,” kata dr. Supriyanto.
“Jadi pelayanan Rehabilitasi NAPZA adalah pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pengobatan dan rehabilitasi secara terpadu untuk memulihakan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan social penderita dan membebaskan pecandu, penyalahgunaan dan korban penyalahgunaan Napza dari ketergantungan Napza,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Tulungagung, Ahmad Muchlis, menyampaikan, bahwa salah satu permasalahan penanggulangan narkoba yang masih dihadapi Indonesia saat ini adalah dilema penegakan hukum terhadap penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika.
Menurutnya, banyak penyalahguna yang sejatinya merupakan korban (victim) dipenjarakan. Di satu sisi, hal ini tentunya menyebabkan penjara (lembaga permasyarakatan) menjadi penuh (over capacity) yang didominasi oleh pelaku penyalahgunaan narkotika dan korban penyalahguna narkotika.
“Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan yang bersifat Restorative Justice,” ucapnya.